Judul: Untuk Nama yang Tak Berani Kusebut dalam Doa
Penulis: Tina Agustin
Penerbit: Penerbit Sahima
Tahun terbit: 2022
Tebal halaman: v+266 halaman
Ukuran buku: 13x19cm
ISBN: 978-623-5889-16-0
Resensi:
Saat seorang muslimah sedang jatuh cinta, Islam telah mengatur dengan baik jalan apa yang harus ia tempuh. Jika sudah siap untuk menikah, maka ia diperkenankan menyatakan perasaannya dan menawarkan diri untuk dinikahi oleh lelaki pujaan hatinya tersebut. Sama seperti yang Khadijah r.a., lakukan saat hatinya tertawan pada Rasulullah saw. Namun, jika belum siap menikah, ia diminta untuk menjaga diri dan imannya. Sama seperti yang Fatimah r.a.–putri Rasulullah saw–lakukan kala jatuh cinta pada Ali bin Abi Thalib.
Menjaga diri yang dimaksud adalah, kita diminta untuk tidak mendekatkan diri pada lelaki pujaan hati baik secara fisik maupun nonfisik. Karena Allah juga telah menyiapkan sarana untuk mencurahkan cinta dan rindu yang tengah dirasakan melalui doa. Di samping itu, mendekatkan diri kepadaNya dengan fokus beribadah dan memperbanyak amal saleh, juga menjadi salah satu cara untuk menjaga diri sekaligus menjaga iman.
Mengapa Allah memerintahkan muslimah yang belum siap menikah untuk menjaga diri? Sebab rasa sakit yang dialami ketika jatuh cinta sebenarnya tidak dapat dihindari. Seseorang yang sedang jatuh cinta biasanya akan selalu bertanya-tanya, “Apakah dia juga mencintaiku?” atau “Mungkinkah dia mencintaiku?” hampir setiap saat. Pertanyaan tersebut menimbulkan kegelisahan hingga kekhawatiran karena berisi harapan agar dicintai kembali. Sementara itu, muslimah yang belum siap menikah sebenarnya juga tidak memerlukan jawaban. Toh, jawaban tersebut tidak menjamin akan berjodoh. Maka mendekatkan diri kepada Allah menjadi sebuah solusi agar terhindar dari rasa sakit itu sendiri.
Dalam buku ini, penulis menceritakan pengalaman pribadinya saat ia jatuh cinta. Kala itu, ia memilih untuk mengikuti perintah Allah dengan menjaga diri dan iman. Doa-doa ia panjatkan kepadaNya berisi kalimat cinta dan rindu, hingga tak seorang pun mengetahui perasaan itu kecuali dirinya sendiri.
Perjalanan doa membawa sebuah keajaiban dalam hidupnya. Tak disangka, lelaki pujaan hati yang selama ini ia kira tak pernah mengenalnya, tiba-tiba menyapa bahkan menyebut nama lengkapnya pada sebuah pertemuan. Peristiwa itu menjadi pembuka perjalanan lika-liku Tina Agustin–sebagai penulis–dalam menjaga iman kala sedang jatuh cinta.
Tidak ada perjalanan jatuh cinta yang mulus. Tina juga mengalaminya. Perjalanan penuh ombak itu ia tulis dengan penuh penghayatan, hingga kita akan merasa sangat related ketika membacanya. Siapa pula yang tidak pernah jatuh cinta? Semua orang pasti pernah. Perjalanannya saja yang terasa berbeda. Buku ini ditulis agar setiap kali pembaca jatuh cinta dan belum siap menjemput dunia pernikahan, tetap bisa mempertahankan imannya.
Buku ini ditulis seperti sebuah media curahan hati. Tina menulisnya bagai menulis buku diari, dengan bahasa yang ringan, sehingga nyaman untuk dibaca. Awalnya, kita akan mengira buku ini berisi kumpulan pengingat bagi kaum muslimah yang sedang jatuh hati, tapi belum siap menikah. Namun, bab demi bab membuat pembaca akan mengerti bahwa sebuah kisah telah ditulis secara tersirat di dalamnya.
Di samping itu, Tina juga memaparkan kaidah-kaidah cinta yang ia ketahui, lengkap beserta ayat-ayat Al-Qur’an sebagai dalil yang menguatkan. Ia mengingatkan kita (para pembaca) lewat puisi dan kalimat yang sangat indah, untuk tetap memegang teguh iman ketika badai perasaan menerjang.
Buku ini memang menarik perhatian lewat judul yang tidak biasa. Namun, sayang sekali sampul yang disajikan kurang mencerminkan judul dan isi. Semula, saya malah ragu untuk membaca buku ini, lantaran melihat desain sampul yang biasa saja. Semoga di penerbitan selanjutnya, buku ini hadir dengan desain yang lebih hidup dan menarik.